Birokrasi pemerintah merupakan sistem
pemerintahan yang dilaksanakan oleh petugas pemerintah karena telah
berlandaskan hierarki dan jenjang jabatan. Birokrasi juga dapat diartikan
sebagai susunan cara kerja yang sangat lambat dan menurut pada tata aturan yang
banyak likunya. Itulah pengertian birokrasi pemerintah Indonesia yang
sebenarnya sebuah sistem kerja yang berbelit-belit dan menghabiskan banyak uang
di setiap meja. Contoh kecilnya dalam pelayanan umum adalah pembuatan KTP, yang
digemborkan gratis namun pada kenyataan, kita harus mengeluarkan uang minimal
25 ribu rupiah untuk pembuatan sebuah KTP. Mungkin bisa lebih mahal lagi
tergantung kebijakan setiap meja yang kita kunjungi di kelurahan dan di
kecamatan.
Birokrasi terkadang dipakai sebagai
mesin mencari uang secara ilegal, baik oleh pelakunya maupun pihak-pihak luar
yang memanfaatkan rumitnya jalur birokrasi. Tak heran banyak orang yang enggan
berurusan dengan birokrasi Indonesia, mereka lebih suka membayar calo, misalnya
untuk mengurus pajak mobil, perpanjang paspor dan lain sebagainya. Mereka malas
mengahbiskan waktu berjam-jam untuk mengantri dari loket satu ke loket yang
lainnya, mereka juga tak nyaman dengan pelayan yang terkadang tak ramah, pasang
tampang jutek, itulah wajak pelaku birokrat Indonesia.
Seperti halnya pembuatan KTP yang
terjadi di biro daerah pemerintahan Indonesia yang berbelit-belit dan
menghabiskan waktu dan biaya. Jika ingin membuat KTP secara individual, hal
yang pertama adalah meminta surat keterangan RT kemudian meminta surat
keterangan RW dan capnya. Setelah itu, pergi ke kantor kelurahan untuk meminta
surat keterangan lurah beserta capnya.
Jadi inilah birokrasi di Indonesia yang
selalu berliku dan mahal. Ini adalah sistem yang sudah mengakar sejak jaman
Orde Baru yang tak mudah untuk dihilangkan. Jadi nikmati saja sistem birokrasi
pemerintahan Indonesia.
Banyaknya pungutan liar disebabkan oleh
gemuknya birokrasi. Subsidi energi dan pembayaran bunga mendapat porsi
masing-masing sebesar 16,4% dan 10,1% dari anggaran belanja. Bandingkan
misalnya dengan belanja modal yang hanya mendapat porsi sebesar 12% dari total
belanja pemerintah, padahal notabene efek multipliernya signifikan bagi
perekonomian . banyaknya jumlah kementriann dan lembaga negara non-struktural
yang tumpang tindih jelas berkolerasi positif dengan pesatnya pertumbuhan
jumlah PNS akhir-akhir ini. Menurut Badan Kepegawaian Negara, jumlah PNS pada
akhir 2010 tercatat sebanyak 4,6 juta orang (belum termasuk tenaga honorer non
APBN/APBD yang diperkirakan berjumlah 2,5 juta orang).
Gemuknya birokrasi membuat pemerintah
secara otomatis mengoptimalkan sumber-sumber pendapatannya. Persoalannya, hal
ini diupayakan pemerintah melalui tambahan utang, diversifikasi pajak dan
penghasilan bukan pajak sambil mempertahankan tarif pajak yang tinggi. Ini yang
bermasalah. Karena, tarif pajak yang tinggi pada dasarnya destruktif bagi
perekonomian. Ketika pajak naik, pelaku ekonomi akan meningkatkan tabungannya
dengan harapan pengeluaran di masa depan akan relatif stabil.
Stimulus via pengurangan pajak
sebenarnya akan lebih efektif dibandingkan peningkatan belanja negara yang
probabilitas kebocorannya cukup tinggi, terutama untuk negara berkembang
seperti Indonesia. Gemuknya birokrasi cenderung digelayuti oleh korupsi dan
pungli sehingga stimulus pajak menjadi pilihan yang efektif dan logis dalam
rangka menggenjot perekonomian.
Ke depan, lemak dalam tubuh perluu terus
dikikis melalui upaya efisiensi PNS dan penerapan sistem reward dan punishment yang
terstruktur. Selain itu, beberapa lembaga negara atau kementerian yang tumpang
tindih sebenarnya dapat dilebur. Dengan demikian, reformasi bisa dilakukan. PNS
tidak hanya menjadi sarang korupsi dan “lemak yang menempel” tetapi benar-benar
menjadi abdi negara dalam memajukan bangsa ini.
Merubah paradigma birokrasi Indonesia
bukan perkara muda, semudah membalikkan telapak tangan. Reformasi birokrasi
yang sejak sepuluh tahun lalu didengungkan belum ada hasil nyata yang
dirasakan. Sedangkan sistem birokrasi reformasi sekarang belum sepenuhnya
sempurna.
Ini masalah tradisi yang harus
dihentikan. Kalau bisa diperlambat kenapa harus dipercepat, itulah anekdot
tradisi birokrasi yang sewajarnya dihentikan. Mental-mental pekerja birokrasi
sebaiknya dibangun kembali. Posisi mereka itu adalah abdi negara dan pelayan
masyarakat. Mereka itu digaji dengan uang rakyat. Dan sewajarnya, harus mau
melayani masyarakat dengan benar dan cepat.