9.10.13

Birokrasi di Indonesia

Birokrasi pemerintah merupakan sistem pemerintahan yang dilaksanakan oleh petugas pemerintah karena telah berlandaskan hierarki dan jenjang jabatan. Birokrasi juga dapat diartikan sebagai susunan cara kerja yang sangat lambat dan menurut pada tata aturan yang banyak likunya. Itulah pengertian birokrasi pemerintah Indonesia yang sebenarnya sebuah sistem kerja yang berbelit-belit dan menghabiskan banyak uang di setiap meja. Contoh kecilnya dalam pelayanan umum adalah pembuatan KTP, yang digemborkan gratis namun pada kenyataan, kita harus mengeluarkan uang minimal 25 ribu rupiah untuk pembuatan sebuah KTP. Mungkin bisa lebih mahal lagi tergantung kebijakan setiap meja yang kita kunjungi di kelurahan dan di kecamatan.
Birokrasi terkadang dipakai sebagai mesin mencari uang secara ilegal, baik oleh pelakunya maupun pihak-pihak luar yang memanfaatkan rumitnya jalur birokrasi. Tak heran banyak orang yang enggan berurusan dengan birokrasi Indonesia, mereka lebih suka membayar calo, misalnya untuk mengurus pajak mobil, perpanjang paspor dan lain sebagainya. Mereka malas mengahbiskan waktu berjam-jam untuk mengantri dari loket satu ke loket yang lainnya, mereka juga tak nyaman dengan pelayan yang terkadang tak ramah, pasang tampang jutek, itulah wajak pelaku birokrat Indonesia.
Seperti halnya pembuatan KTP yang terjadi di biro daerah pemerintahan Indonesia yang berbelit-belit dan menghabiskan waktu dan biaya. Jika ingin membuat KTP secara individual, hal yang pertama adalah meminta surat keterangan RT kemudian meminta surat keterangan RW dan capnya. Setelah itu, pergi ke kantor kelurahan untuk meminta surat keterangan lurah beserta capnya.
Jadi inilah birokrasi di Indonesia yang selalu berliku dan mahal. Ini adalah sistem yang sudah mengakar sejak jaman Orde Baru yang tak mudah untuk dihilangkan. Jadi nikmati saja sistem birokrasi pemerintahan Indonesia.
Banyaknya pungutan liar disebabkan oleh gemuknya birokrasi. Subsidi energi dan pembayaran bunga mendapat porsi masing-masing sebesar 16,4% dan 10,1% dari anggaran belanja. Bandingkan misalnya dengan belanja modal yang hanya mendapat porsi sebesar 12% dari total belanja pemerintah, padahal notabene efek multipliernya signifikan bagi perekonomian . banyaknya jumlah kementriann dan lembaga negara non-struktural yang tumpang tindih jelas berkolerasi positif dengan pesatnya pertumbuhan jumlah PNS akhir-akhir ini. Menurut Badan Kepegawaian Negara, jumlah PNS pada akhir 2010 tercatat sebanyak 4,6 juta orang (belum termasuk tenaga honorer non APBN/APBD yang diperkirakan berjumlah 2,5 juta orang).
Gemuknya birokrasi membuat pemerintah secara otomatis mengoptimalkan sumber-sumber pendapatannya. Persoalannya, hal ini diupayakan pemerintah melalui tambahan utang, diversifikasi pajak dan penghasilan bukan pajak sambil mempertahankan tarif pajak yang tinggi. Ini yang bermasalah. Karena, tarif pajak yang tinggi pada dasarnya destruktif bagi perekonomian. Ketika pajak naik, pelaku ekonomi akan meningkatkan tabungannya dengan harapan pengeluaran di masa depan akan relatif stabil.
Stimulus via pengurangan pajak sebenarnya akan lebih efektif dibandingkan peningkatan belanja negara yang probabilitas kebocorannya cukup tinggi, terutama untuk negara berkembang seperti Indonesia. Gemuknya birokrasi cenderung digelayuti oleh korupsi dan pungli sehingga stimulus pajak menjadi pilihan yang efektif dan logis dalam rangka menggenjot perekonomian.
Ke depan, lemak dalam tubuh perluu terus dikikis melalui upaya efisiensi PNS dan penerapan sistem reward dan punishment yang terstruktur. Selain itu, beberapa lembaga negara atau kementerian yang tumpang tindih sebenarnya dapat dilebur. Dengan demikian, reformasi bisa dilakukan. PNS tidak hanya menjadi sarang korupsi dan “lemak yang menempel” tetapi benar-benar menjadi abdi negara dalam memajukan bangsa ini.
Merubah paradigma birokrasi Indonesia bukan perkara muda, semudah membalikkan telapak tangan. Reformasi birokrasi yang sejak sepuluh tahun lalu didengungkan belum ada hasil nyata yang dirasakan. Sedangkan sistem birokrasi reformasi sekarang belum sepenuhnya sempurna.

Ini masalah tradisi yang harus dihentikan. Kalau bisa diperlambat kenapa harus dipercepat, itulah anekdot tradisi birokrasi yang sewajarnya dihentikan. Mental-mental pekerja birokrasi sebaiknya dibangun kembali. Posisi mereka itu adalah abdi negara dan pelayan masyarakat. Mereka itu digaji dengan uang rakyat. Dan sewajarnya, harus mau melayani masyarakat dengan benar dan cepat.